Gandong la mari gandong mari jua ale yoo
Beta mau bilang ale, katong dua satu gandong
Hidop ade deng kaka sungguh manis lawang.ee
Ale rasa beta rasa, katong dua satu gandong
Gandong.ee, sio gandong.ee
Mari beta gendong, beta gendong ale jua
Katong dua cuma satu gandong.e
Satu hati, satu gandong...
Demikian lirik lagu Pela Gandong di atas...
Beta mau bilang ale, katong dua satu gandong
Hidop ade deng kaka sungguh manis lawang.ee
Ale rasa beta rasa, katong dua satu gandong
Gandong.ee, sio gandong.ee
Mari beta gendong, beta gendong ale jua
Katong dua cuma satu gandong.e
Satu hati, satu gandong...
Demikian lirik lagu Pela Gandong di atas...
Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau
lebih negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain. Pela Gandong
sendiri merupakan intisari dari kata "Pela" dan "Gandong". Pela adalah
suatu ikatan persatuan sedangkan gandong mempunyai arti saudara. Jadi
pela gandong merupakan suatu ikatan persatuan dengan saling mengangkat
saudara.
Pela gandong sendiri sudah lama ada di Maluku, dan biasanya
pela gandong itu terdiri dari dua negeri yang berlainan Agama (Islam dan
Kristen). Hal itu tercipta dengan sendirinya karena suatu hal. Seperti
halnya negeri Kailolo dan Tihulale yang berada di Kabupaten Maluku
Tengah yang pada tanggal 2 Oktober 2009 dihadapan Gubernur Maluku
saling mengangkat pela sebagai ikat saudara, konon ceritanya pada zaman
pemerintahan kolonial Belanda sudah terciptanya hubungan yang saling
menguntungkan antara kedua negeri tersebut yang mana pada tahun 1921 M
ketika ada lomba perahu belang yang diadakan oleh pemerintah Belanda di
daerah Maluku Tengah kedua negeri tersebut berada dalam satu tim, Dalam
satu tim itu kedua negeri berhasil memenangkan perlombaan sehingga
timbulah suatu hubungan antara kedua negeri itu dengan akrab, dalam
keakraban itu diperlihatkan pada saat negeri Kailolo sedang melakukan
pembangunan Mesjid Nan Datu setahun kemudian, kemudian negeri Kailolo
mengundang negeri Tihulale dan negeri Tihulale datang tanpa tangan
kosong. Mereka membawa sejumlah kayu dan papan yang akan dipergunakan
dalam pembangunan Mesjid. Sebaliknya beberapa tahun kemudian negeri
Tihulale melakukan pembangunan Gereja Beth Eden, warga negeri Kailolo
pun menyumbang banyak keramik. Kejadian barter ini terjadi pada sekitar
tahun 1922 dan baru pada tahun2009 kira-kira mencapai 87 tahun kedua
negeri ini baru melakukan ikrar sebagai ikatan orang basudara.
Dari kronologis cerita diatas tentang terjadinya suatu
pela antara dua negeri yang mayoritas penduduknya berbeda agama kita
dapat mengetahui bahwasannya pela itu merupakan suatu unsur dari
kebersamaan yang terjalin dalam waktu yang cukup lama sehingga
diharapkan kedepannya hubungan orang basudara ini dapat dijadikan
bingkai pemersatu orang-orang Maluku, karena dilihat dari segi fisik
Maluku merupakan Provinsi kepulauan terbesar di Indonesia sehingga hal
itu menyebabkan banyaknya perbedaan agama, suku, dan ras. Namun disisi
lain nilai-nilai sakral yang disepakati dalam hubungan pela perlu dijaga
dan dipertahankan karena budaya pela gandong ini bisa dijadikan sebagai
budaya khas orang Maluku karena dilihat budaya ini tidak terdapat di
daerah-daerah lain di Indonesia.
Pasca Konflik yang melanda Maluku (1999-2002) merupakan suatu
tragedi yang sangat begitu memilukan bagi orang-orang Maluku. Padahal
pela gandong yang terjalin, telah lama terjadi sebelum adanya konflik.
Namun konflik tetap terjadi, hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai
sakral dalam ikatan pela begitu rapuh dengan mudahnya. Maka dari itu
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku diharapkan agar lebih memerhatikan
budaya pela yang sudah terjalin sejak lama sebab budaya pela merupakan
bingkai pemersatu orang-orang Maluku. Budaya pela gandong itu sendiri
merupakan suatu aspek kehidupan sosial yang ada pada masyarakat Maluku
sejak lama sehingga perlu dikembangkan.
Pada umumnya budaya pela gandong merupakan suatu tradisi
yang ada pada masyarakat, khususnya Negeri Raja-Raja di bumi Maluku
dalam menciptakan suatu kebersamaan dan kerukunan antara masing-masing
negeri tersebut. Diharapkan dari adanya pela masing-masing negeri
tersebut dapat terjalin suatu keharmonisan dalam berhubungan satu sama
lain.
Saat ini Budaya pela gandong orang Maluku mulai diupayakan
oleh Pemerintah sebagai suatu cara agar diantara masyarakat Maluku yang
terlihat berbeda agama, ras, suku sehingga diantara keragaman yang ada
dapat terciptanya suatu kebersamaan. Kebersamaan yang ada di harapkan
bisa menjadi suatu pendorong terciptanya Maluku yang damai, tentram, dan
aman. Tetapi kita sebagai warga masyarakat Maluku tetap tidak bisa
berpangku tangan oleh pemerintah, melainkan kita juga harus berusaha
dengan cara saling menghargai dan bertoleransi antara umat beragama,
suku, dan ras yang mana masyarakat Maluku itu sendiri memiliki banyak
keragaman di antara masyarakat.
Keberadaan pela gandong sendiri, kita lihat hanya mencakup
daerah Kabupaten Maluku Tengah karena kondisi yang terdapat pada Maluku
Tengah yang mayoritasnya Islam dan Kristen. Bukan berarti pela gandong
hanya mencakup Islam dan Kristen, namun karena dilihat dari kondisi
sehabis masa konflik yang terjadi di Maluku maka pela gandong antara dua
negeri yang berlainan agama harus lebih dipererat, karena mungkin
dengan cara itu dapat terciptanya suatu kerukunan antara umat beragama.
Sebenarnya kalau kita lihat dengan baik bahwa di daerah Maluku konflik antara masyarakat bukan hanya terjadi karena pemicu persoalan Agama masing-masing, melainkan juga karena adanya perbedaan ras, suku, dan mungkin budaya antara kedua negeri. Negeri yang bertikai karena masalah itu kebanyakan melibatkan dua atau lebih negeri-negeri yang mayoritas penduduknya seagama seperti Islam dan Islam juga Kristen dan Kristen juga kedua negeri yang saling bertikai itu letaknya saling berdekatan atau bersebelahan. Jadi solusinya agar tidak akan terjadi hal seperti itu, pemerintah dapat memberlakukan budaya pela gandong terhadap dua negeri yang penduduknya bermayoritas seagama, sehingga diharapkan dari kedua negeri tersebut dapat saling menghargai satu sama lain dan juga dapat terciptanya suatu kebersamaan yang lebih erat agar Maluku dapat terlepas dari masalah-masalah berupa konflik antara suku, agama, dan juga ras yang mungkin akhir-akhir ini sering terjadi.
Sebenarnya kalau kita lihat dengan baik bahwa di daerah Maluku konflik antara masyarakat bukan hanya terjadi karena pemicu persoalan Agama masing-masing, melainkan juga karena adanya perbedaan ras, suku, dan mungkin budaya antara kedua negeri. Negeri yang bertikai karena masalah itu kebanyakan melibatkan dua atau lebih negeri-negeri yang mayoritas penduduknya seagama seperti Islam dan Islam juga Kristen dan Kristen juga kedua negeri yang saling bertikai itu letaknya saling berdekatan atau bersebelahan. Jadi solusinya agar tidak akan terjadi hal seperti itu, pemerintah dapat memberlakukan budaya pela gandong terhadap dua negeri yang penduduknya bermayoritas seagama, sehingga diharapkan dari kedua negeri tersebut dapat saling menghargai satu sama lain dan juga dapat terciptanya suatu kebersamaan yang lebih erat agar Maluku dapat terlepas dari masalah-masalah berupa konflik antara suku, agama, dan juga ras yang mungkin akhir-akhir ini sering terjadi.
Sebagai kata akhir dari tulisan ini budaya pela gandong
yang merupakan bingkai pemersatu antara orang-orang Maluku agar lebih
diperhatikan dan dilestarikan kebudayaannya sehingga dengan hal ini kita
harapkan Maluku bisa menjadi suatu Provinsi yang penuh dengan damai
walaupun banyak sekali terdapat perbedaan yang ada pada masyarakat
Maluku dan menjadi suatu contoh kepada provinsi-provinsi lain di
Indonesia.
Pela Gandong